Strategi untuk Menanamkan Sifat Rasulullah Di Era Modern
Oleh: Nurul Hidayati, M.Psi.,
Psikolog
Di saat ini, kita semua begitu akrab dengan penggunaan berbagai platform media sosial. Media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi, berkomunikasi, dan bagaimana kita memandang dunia. Seakan-akan semua hal “harus” diperbandingkan dengan hal-hal yang di-posting orang lain di media sosial. Seakan-akan pula setiap yang terjadi “harus” dibagikan melalui media sosial. Keterikatan kita dengan media sosial juga tak jarang menjadikan kita demikian resah apabila kehidupan kita dirasakan “tertinggal” dari apa yang sedang sedang hype di media sosial. Seakan-akan kita selalu membutuhkan persetujuan online terhadap pilihan-pilihan dan jalan yang kita ambil.
Seperti dua sisi mata uang, media sosial memiliki sisi positif dan sisi negatif. Apabila digunakan secara bijak, media sosial dapat memberikan keuntungan seperti: menjadi sarana menjalin komunikasi dengan teman ataupun keluarga, menjadi wadah mengekspresikan diri dan berbagi karya (misalnya: tulisan, gambar, video), sarana menyalurkan bakat dan minat, dan wadah untuk memperoleh informasi dan menambah wawasan. Namun, apabila digunakan secara berlebihan, maka media sosial dapat berdampak negatif seperti: membuat sulit fokus dan berkonsentrasi, mengalami gangguan tidur, beresiko mengalami cyberbullying, terlampau membandingkan kehidupan pribadi dengan kehidupan orang lain sehingga menjadi kurang percaya diri, berdampak pada kesehatan mental, termakan berita yang tidak benar (hoaks), dan terkena penipuan (misalnya: jeratan tipu daya predator online).
Pembentukan Karakter Anak dan Media Sosial
Media sosial dapat memberikan berbagai pengaruh terhadap pola pikir, sikap, cara pandang, hingga pola asuh yang kita pilih, sehingga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter anak-anak kita. Sebelum berbicara mengenai bagaimana kita sebagai orang tua perlu mengembangkan literasi digital dan kesadaran diri bagi anak-anak, dalam kaitannya dengan pengaruh media sosial yang makin meningkat dalam kehidupan kita. Kita perlu secara jujur bertanya kepada diri sendiri mengenai literasi digital kita dan juga bagaimana kita tetap memiliki kesadaran diri yang utuh di saat mengakses media sosial.
Memang, sangat disarankan untuk mendampingi anak dan menerapkan aturan terkait aktivitas anak di media sosial. Semisal: memberikan pemahaman mengenai aturan usia penggunaan media sosial, memberikan pemahaman pentingnya keseimbangan antara kehidupan dan aktivitas di dunia nyata dengan aktivitas dunia maya. Namun, selain upaya tersebut, yang tidak kalah penting yakni bagaimana kita sebagai orang tua memperkuat relasi dan komunikasi dengan anak, sebelum kemudian kita berusaha menjadi contoh yang baik terkait aktivitas dengan media sosial ini. Karena seberapapun baiknya hal yang kita sampaikan, apabila hati kita dan hati anak-anak kita berjauhan, maka pesan baik tersebut akan sulit untuk melekat pada hati dan diri anak-anak kita.
Kita tidak perlu merasa tertinggal ketika anak-anak dan remaja kita memang menguasai perangkat teknologi jauh lebih cepat dibandingkan kita sebagai orang tuanya. “Kecanggihan” mereka memang selaras dengan zamannya. Bukan berarti mereka tidak membutuhkan pendampingan, bimbingan, dan dialog/ diskusi dengan kita mengenai penggunaan perangkat teknologi, khususnya media sosial ini. Namun, sebagaimana telah diteladankan Rasulullah SAW, kita perlu menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik pula, sehingga kebaikan tersebut dapat diterima dengan lapang dada. Inilah mengapa pentingnya merangkul anak-anak kita dan memeluk erat hati dan jiwa mereka, mengajak mereka berbicara secara jujur dan terbuka mengenai berbagai hal yang menjadi kegalauan dan keresahan mereka. Kedekatan relasi anak dan kita sebagai orang tuanya inilah yang menjadi pondasi untuk mencegah anak-anak kita secara berlebihan mencari perhatian dan persetujuan secara online.
Perlu kita ajak anak-anak kita untuk “pulang” kepada dirinya sendiri. Bahwa kehidupan bukanlah ajang pamer ataupun ajang perlombaan untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Bahwa ada nilai-nilai yang lebih hakiki yang perlu digali ke dalam diri. Bahwa ada hal yang jauh lebih penting dan lebih tepat daripada terus menerus “mencari diri” di luar sana (melalui media sosial), yakni bagaimana kita membimbing anak-anak kita untuk lebih mencari tahu dan mengenali diri sendiri melalui proses melihat ke dalam (muhasabah). Dan, sebagaimana ajaran Rasulullah SAW, melalui upaya mengenali diri kita secara mendalam ini, akan menghantarkan kita untuk mengenali Sang Pencipta kita: Allah SWT.