Oleh: Khansa Suhita
Seringkali kita temui anak yang kesal sendiri, uring-uringan, atau lebih mudah tantrum tanpa bisa menjelaskan maksudnya. Anak-anak ini seperti kesulitan mengekspresikan apa yang dirasakan atau dipikirkan. Anak-anak yang masih awal mempelajari bahasa dan cara berkomunikasi butuh ‘contoh’ agar bisa berkomunikasi dengan baik?
Contoh yang dimaksud tentu saja dari orang dewasa. Bagaimana orangtua berkomunikasi dengan anak adalah contoh paling utama untuk anak. Hal ini penting untuk dijadikan fokus karena anak akan mengembangkan pola komunikasinya dari apa yang ia lihat dan dengarkan di sekitarnya. Bagaimanapun orang tua terutama ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya.
Bagaimana orang tua membangun komunikasi dalam kesehariannya akan sangat melekat diingatan anak dan bisa jadi dibawa sampai dewasa nantinya. Memelihara komunikasi dengan anak yang baik dan posisif menjadi landasan utama dalam membimbing dan mendidik agar dapat menjalankan tugas mereka sebagai individu yang taat kepada Allah. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang atasnya malaikat-malaikat yang keras dan keras; mereka tidak mendurhakai Allah dalam apa yang Dia perintahkan kepada mereka tetapi melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka.” [At-Tahrim: 6]
Komunikasi adalah cara untuk membangun ikatan yang kuat dengan orang-orang di sekitar, termasuk anak. Dengan adanya komunikasi, kita juga bisa belajar memahami apa yang anak perlukan dan atau inginkan.
Komunikasi bisa disampaikan secara verbal dan non-verbal. Komunikasi non-verbal bisa mencakup semua jenis ekspresi emosional, tindakan, bahasa tubuh, dan kata-kata yang berarti. Dengan membangun komunikasi yang baik, diharapkan anak dapat mengungkapkan pikiran dengan cara yang lebih baik.
Berikut adalah beberapa tips untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan anak:
Memberikan Kasih sayang dan perhatian dengan tulus. Sebagai orang tua, kita harus memprioritaskan bahwa kebutuhan anak atas perhatian dan kasih sayang, adalah modal utama untuk kesehatan mental mereka. Dan sebaliknya, jika kita mengabaikan hal tersebut, maka hal ini akan sangat memicu adanya jarak antara orang tua dan anak, sehingga mereka tidak akan membuka diri untuk berkomunikasi dengan kita.
Meluangkan waktu bersama anak. Masa anak- anak adalah waktu bermain. Mereka banyak belajar lewat berbagai permainan. Tak ada salahnya bagi orang tua untuk meluangkan waktu bermain dengan anak setidaknya selama 20 menit per hari. Atau kalau memang tidak bisa setiap hari, setidaknnya ada jadwal khusus tiap pekannya untuk bermain dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Dengan banyak meluangkan waktu bersama anak, akan membuat mereka lebih dekat kepada kita. Dan pada akhirnya mereka akan mulai muncul kelekatan dan membuka diri untuk berkomunikasi.
Menjadi pendengar yang baik. Terkadang sebagai orang tua, kita merasa tahu lebih banyak tentang berbagi hal dibanding dengan anak- anak kita. Sehingga secara tidak sadar orang tua lalu memaksakan diri untuk memberi nasehat. Padahal, anak-anak punya banyak hal untuk dibicarakan. Dan sebenarnya yang mereka inginkan adalah seorang pendengar yang baik sehingga mereka dapat mencurahkan semua hal dalam hati kecil mereka. Dan jika akhirnya orang tua memang harus memberikan nasehat, maka orang tua harus memilih waktu yang tepat untuk menyampaikannya, tentu saja setelah melalui proses banyak mendengar tentang apa yang dirasakan oleh putra- putri mereka tersebut.
Cara terbaik yang dapat diambil oleh orang tua ketika menjadi pendengar yang baik adalah menghentikan aktivitas mereka, berpaling ke arah anak-anak, dan memandang mata mereka saat berkomunikasi. Dengan cara ini, bahkan respons yang sederhana pun sudah cukup untuk membuka pintu dialog dengan si kecil.
Melibatkan diri dengan anak- anak. Menunjukkan kepada mereka bahwa kita terlibat dan tahu tentang dunianya, adalah langkah efektif untuk memulai komunikasi dan membangun hubungan lebih dekat dengan mereka. Tentu saja, dalam melakukan hal tersebut, orang tua harus melihat juga dari perspektif sang anak.
Dorong mereka untuk bicara. Kita bisa memulai dengan mengajukan pertanyaan sederhana yang akan dinikmati anak saat menjawab. Selain lewat verbal, kita juga dapat memberikan bantuan komunikasi melalui visual. Misal dengan menunjukkan gambar, atau video terkait dengan minat mereka seperti pada permainan, hewan, dan lain sebagainya.
Berkisah. Anak- anak sangat suka sekali dengan story telling. Orang tua dapat membuka komunikasi dan kedekatan lewat pemberian sebuah cerita atau kisah dengan banyak ekspresi yang memikat anak- anak. Bisa cerita tentang kisah nabi, sahabat atau kisah-kisah sederhana yang sesuai dengan usia mereka.
Jaga ekspresi. Ketika memulai komunikasi dengan anak, kita harus menghindari kesan tidak bersahabat pada wajah dan pada nada suara. Mencoba untuk tetap tersenyum dan menunjukkan keceriaan akan membuat mereka lebih merasa nyaman. Jika orang tua mudah terlihat marah dan kecewa, serta berkomunikasi dengan nada buruk atau terlihat tidak bersahabat saat berbicara, maka komunikasi non-verbal tersebut akan mengirimkan pesan negatif kepada anak.
Perkuat Hubungan Emosional dengan Anak.Anak-anak yang sulit mendengarkan orangtuanya bisa disebabkan karena mereka kurang memiliki kedekatan emosional dengan orangtua. Ini tentu saja menghambat proses berkomunikasi dengan anak yang efektif. Kita perlu meluangkan waktu lebih banyak dengan anak agar anak merasa orang tua adalah orang terdekatnya, yang ucapan atau perintahnya penting untuk dilakukan.
Kesampingkan ego dan luangkan waktu lebih banyak dengan cara membaca buku, menemani bermain, atau makan bersama. Hal-hal ini bisa membantu orang tua lebih dekat dengan anak dan anak merasa nyaman untuk mendengarkan orang tua.
Itulah beberapa tips yang dapat dilakukan untuk membangun komunikasi anak. Semoga kita dimudahkan dalam mendidik anak-anak kita. (ks)