Puasa Ramadan adalah salah satu kewajiban utama dalam Islam. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai rukun dan syarat sah puasa di antara empat mazhab fiqih, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Memahami pandangan masing-masing mazhab dapat membantu umat Muslim menjalankan ibadah ini dengan lebih baik sesuai dengan pedoman syariat.
Rukun Puasa dalam Empat Mazhab
Setiap mazhab memiliki pandangan yang hampir serupa mengenai rukun puasa, tetapi ada beberapa perbedaan dalam rinciannya.
- Mazhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi, puasa memiliki satu rukun utama, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Niat dianggap sebagai syarat, bukan rukun, sehingga tidak harus diucapkan secara lisan. - Mazhab Maliki
Mazhab Maliki menyebutkan dua rukun utama dalam puasa, yaitu niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Niat harus dilakukan setiap malam selama Ramadan, tetapi jika seseorang lupa, puasanya tetap sah selama ada niat secara umum di awal bulan. - Mazhab Syafi’i
Dalam mazhab Syafi’i, puasa memiliki dua rukun utama, yaitu niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Niat wajib dilakukan setiap malam dan harus spesifik untuk puasa Ramadan, tidak cukup dengan niat umum. - Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali juga menyebutkan dua rukun puasa, yaitu niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan Syafi’i, menurut Hanbali, niat puasa Ramadan boleh dilakukan sekali di awal bulan, tidak harus setiap malam.
Syarat Sah Puasa dalam Empat Mazhab
Syarat sah puasa adalah hal-hal yang harus dipenuhi agar ibadah puasa dianggap sah menurut syariat. Berikut pandangan empat mazhab:
- Islam
Semua mazhab sepakat bahwa hanya Muslim yang diwajibkan berpuasa. Orang non-Muslim tidak diwajibkan, dan jika masuk Islam di tengah Ramadan, ia wajib berpuasa mulai hari itu. - Baligh dan Berakal
Menurut empat mazhab, puasa diwajibkan bagi Muslim yang telah baligh dan berakal. Anak kecil tidak diwajibkan berpuasa, tetapi dianjurkan untuk berlatih. Orang yang kehilangan akal (gila) tidak memiliki kewajiban berpuasa. - Mampu secara Fisik
Orang yang sakit, lanjut usia, atau dalam keadaan lemah boleh tidak berpuasa. Mazhab Hanafi dan Syafi’i menyebutkan bahwa orang yang sakit wajib mengganti puasanya di lain waktu jika masih mampu, sedangkan yang tidak mampu harus membayar fidyah. - Bersih dari Haid dan Nifas
Wanita yang sedang haid atau nifas tidak boleh berpuasa dan wajib menggantinya setelah Ramadan. Mazhab Maliki menambahkan bahwa jika wanita tetap berpuasa dalam kondisi haid, puasanya dianggap batal dan berdosa karena melanggar larangan syariat. - Waktu yang Sah untuk Berpuasa
Puasa harus dilakukan dalam waktu yang telah ditetapkan, yaitu sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Jika seseorang berpuasa di luar waktu ini, puasanya dianggap tidak sah menurut semua mazhab.
Kesimpulan
Meskipun ada beberapa perbedaan dalam rincian rukun dan syarat sah puasa di antara empat mazhab, inti dari ibadah ini tetap sama, yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan niat yang ikhlas karena Allah. Memahami perbedaan pendapat ini dapat membantu umat Muslim menjalankan puasa dengan lebih baik sesuai dengan tuntunan fiqih yang mereka ikuti.